20 Desember 2012
Masyarakat Indonesia berbondong-bondong menyaksikan "rekaman" kisah cinta nyata dua orang anak manusia yang abadi. Tanggal 20 Desember 2012 itulah film "Habibie & Ainun" ditayangkan perdana.
Waktu itu saya sangat sedih karena tidak bisa menyaksikan kisah cinta yang menurut saya sangat indah. Saya hanya mendengar cerita dari teman-teman ditanah air yang telah menonton. Kebanyakan dari mereka menangis ketika menonton film tersebut.
Saya dapat memahami mengapa mereka sampai menangis.
Buku "Habibie & Ainun" yang ditulis langsung oleh bapak B.J Habibie memang membuat siapa saja yang membacanya ikut hanyut dalam tiap lembar sajian kisah cinta beliau.
Dalam bukunya itu pak Habibie sering sekali menggambarkan cintanya dan cinta ibu Ainun dalam kalimat "Cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi". Tidak berlebihan memang jika pak Habibie menggambarkannya seperti itu karena memang begitulah kenyataannya.
Kisah cinta yang paling terkenal sepanjang masa adalah kisah "Romeo & Juliet" dan "Antonius dan Cleopatra". Dua kisah cinta itu memiliki kesamaan dengan kisah cinta "Habibie & Ainun", yaitu tokoh yang dicintai meninggal. Jika para penikmat sastra sering mempertanyakan apakah kisah cinta karya Shakespeare itu romantis atau tragis, lain halnya dengan kisah cinta "Habibie & Ainun" yang menurut saya sangat romantis walaupun salah satu tokohnya meninggal.
Dalam kisah "Romeo & Juliet" dan "Antonius & Cleopatra" ada kelemahan dalam cinta dan kasih sayangnya. Sebaliknya, dalam kisah "Habibie & Ainun" yang ada hanya kekuatan sehingga memang layak jika cinta mereka disebut cinta yang murni, suci, sejati, sempuran dan abadi.
Terimakasih pak Habibie. Terimakasih ibu Ainun. Kalian telah mengajarkan kami, saya khususnya, tentang apa arti cinta yang sesungguhnya.
48 tahun 10 hari pak Habibie dan ibu Ainun merajut cinta bersama-sama melalui segala macam rona kehidupan. Tentu itu bukan hal yang mudah. Apalagi dengan riwayat perjalanan hidup beliau yang luar biasa. Yang patut ditiru dari "Habibie & Ainun" adalah pilihan mereka untuk tetap menghadirkan Allah SWT dalam kemanunggalan mereka.
Saya salut kepada pak Habibie yang dari dulu selalu bernafas dalam Islam walaupun bukan sedang di Indonesia. Saya tahu bagaimana sulitnya hidup bernafaskan Islam dinegara yang mayoritas non-muslim. Tapi pak Habibie membuktikan jika itu bukan halangan untuk tetap hidup sesuai syariat Islam dinegara non-Islam.
Sekali lagi, terimakasih pak Habibie. Anda mengajarkan saya banyak hal yang tidak saya pelajari dibangku sekolah. Terutama tentang hidup. Bagaimana kita sebagai manusia yang dilahirkan karena cinta bisa melahirkan kembali cinta yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi, seperti yang pak Habibie sering katakan.
Tidak salah jika dari dulu saya sudah ngefans sama bapak. Saya kagum dan bangga mempunyai eyang seperti pak Habibie. Memang bukan eyang asli saya, tetapi saya menganggap pak Habibie sebagai eyang seluruh anak muda Indonesia. Seorang eyang, figur, tokoh dan contoh nyata yang layak menjadi panutan para generasi muda.
Saya selalu ingin bertemu dan mencium tangan pak Habibie. Namun kita belum ditakdirkan bertemu. Dulu saya sempat akan mengirim proposal acara ke-Jermanan yang saya dan teman-teman selenggarakan, namun karena kendala waktu membuat kami tidak sempat berkunjung ke The Habibie Center dan berharap bertemu pak Habibie. Sekali lagi, Allah belum mengizinkan.
Saya berdoa semoga bapak Habibie dan ibu Ainun dapat bersatu kembali kelak disurga dengan kemurnian cinta yang bapak dan ibu miliki. Amin.
Terimakasih pak Habibie. Terimakasih ibu Ainun. Anda berdua telah mengispirasi dan memberikan semangat kepada kami, calon penerus bangsa.
Ich wünsche Ihnen alles Gute und Liebe.
Danke noch mal für alles.
Gott sei mit Ihnen.
Nürnberg, 13. Februar 2013