Powered By Blogger

Kamis, 28 November 2013

Ekspedisi Papandayan 2665 Mdpl


Bertemu lagi dengan kami geng Power Ranger! Kali ini kami akan mendaki salah satu gunung favorit para pendaki di Jawa Barat, yaitu gunung Papandayan yang terletak dikota Garut. Seperti biasa kami berangkat dari Bandung pada malam hari agar bisa mendaki selepas shalat subuh. Dalam pendakian kali ini tim Power Ranger yang ikut masih 3 orang, saya, Dara dan Didin, -anggota satu lagi masih absen- ditambah 2 teman kami Itut dan Sipong. Kedua teman kami ini baru pertama kali mendaki, jadi sengaja kami memilih Papandayan karena kontur dan keadaan geografis gunung Papandayan cocok untuk pendaki pemula.




Setelah sampai di Cisurupan, Garut kami langsung menuju masjid untuk menunaikan shalat subuh dan berganti pakaian. Saat itu sempat ada 3 pendaki lain yang berasal dari Bekasi yang juga akan mendaki, mereka mengajak kami untuk menyewa mobil bak terbuka. Namun akhirnya mereka naik ojeg karena terlanjur janji kepada mamang ojegnya. FYI, harga ojeg dari gerbang sampai ke Camp David Rp. 25.000-30.000 sedangkan mobil bak terbuka Rp.  200.000, namun kami mendapat harga Rp. 150.000, gimana pinter-pinternya nawar aja sih. Biasanya kalau nawarnya pake bahasa sunda dan yang nawarnya cewe suka dikasih murah. The power of women! LOL.
Dengan menggunakan mobil bak terbuka berangkatlah kami menuju Camp David, pos awal pendakian gunung Papandayan. Setelah lapor dan membayar uang masuk Rp. 2.000/orang kami pun sarapan terlebih dahulu. FYI lagi, jalan dari gerbang menuju ke Camp David ini jauh dan jelek, jadi mending pake ojeg atau mobil keatasnya, kalau jalan kaki lumayan nguras tenaga. Tepat pukul 06.30, dengan diawali doa pendakian pun kami mulai. Track pertama yang menyambut kami adalah tanjakan bebatuan yang langsung nyambung dengan kawah. Sepagi ini pun asap dari kawah Papandayan sudah banyak dan jangan tanya baunya, bau banget pokoknya, jadi masker wajib banget dibawa. Tetapi walaupun bau tetap saja kawah ini sangat indah dan tidak bisa dilewatkan untuk berfoto ria.





Setelah berjalan membelah kawah hingga keatas, track selanjutnya adalah bonus, landai pokoknya. Pemandangan disebelah kanan berupa hamparan pegunungan dan lembah yang menghijau sepanjang mata memandang ditambah kabut pagi yang masih setia menamani perjalanan kami. Karena jalur yang dulu biasa dipakai sudah terbelah dan tidak bisa dilewati lagi, jadi jalur yang sekarang dipakai adalah jalur jalan setapak kesebelah kanan. Jalur ini lumayan menguras tenaga, setelah melewati jembatan kecil tanjakan yang lumayan panjang menanti sebelum akhirnya belok ke kanan dan memasuki jalan besar lagi. Tak jauh dari situ sudah dapat ditemui lapangan kecil dengan sebuah gubuk dan papan petunjuk menuju Pondok Saladah atau Pondok Selada. Dari lapangan menuju Pondok Selada jika mendaki dipagi hari akan banyak ditemui binatang kecil yang mengganggu, sehingga kami memberinya nama „Tanjakan Rorongo“. Diujung jalan akan ada persimpangan, jika mengambil arah kanan itu ke Hutan Mati sedangkan kiri ke Pondok Selada. Pukul 08.30 kami sampai di Pondok Selada. Disana sudah ada beberapa pendaki yang mendirikan tenda. Kami pun langsung mencari spot yang enak untuk mendirikan tenda.
Sesudah membuat tenda, beres-beres dan berfoto ria di Pondok Selada kami pun melanjutkan perjalanan menuju puncak. Melalui jalur sumber air,  pos pertama yang kami temui menuju puncak adalah sebuah kawasan hutan yang vegetasi tumbuhannya mengering, yaitu Hutan Mati. Hutan Mati ini terjadi akibat letusan gunung Papandayan, sehingga seluruh pohon dikawasan ini mati. Tuhan memang pelukis yang paling sempurna, dibalik bencana yang terjadi Hutan Mati kini menjadi sebuah keindahan tersendiri. Hutan ini begitu cantik dan eksotis. Jajaran pepohonan yang mengering dan hitam justru semakin membuat decak kagum akan keagungan Sang Pencipta. Kami pun tak lupa mengabadikan moment berharga ini. Lalu kami pun berjalan lagi dan tanjakan mamang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya menyambut kami. Tanjakan mamang ini terkenal karena tingkat kecuramannya, tapi menurut saya tanjakan setan gunung Gede lebih ekstrim daripada tanjakan mamang digunung Papandayan ini. Tapi tanjakan mamang ini cukup membuat  nafas kami terengah-engah. Setelah sampai diatas, bertemulah kami dengan padang bunga abadi -Edelweis-.
Hamparan sang bunga abadi yang menghijau ditambah kabut yang turun dan jajaran lembah didepan dan kanan kami langsung menjadi sihir bagi kami untuk segera mencumbunya. Inilah yang sering disebut sebagai surga edelweis di Jawa Barat, selain lembah Mandalawangi dan Surya Kencana. Selesai berfoto kami pun sempat bingung antara melanjutkan perjalanan kepuncak atau pulang lagi, karena disini tidak ada petunjuk arah menuju puncak Papandayan. Namun karena niat awal kami menuju puncak maka kami pun menyebar untuk mencari sedikit petunjuk, berharap menemukan stringline kecil yang tersembunyi itu. Setelah muter sana muter sini Alhamdulillah stringline pun kami temukan.
Arah menuju puncak Papandayan dari Tegal Alun adalah sebelah kiri jika kita melihat dari arah pertama kali memasuki Tegal Alun. Stringline yang dipasang disini memang tersembunyi dan harus jeli mencarinya. Jalur tersebut ternyata sebuah turunan kesebuah jurang sebelum kita kembali melewati tanjakan yang licin dengan vegetasi tumbuhan yang rapat. Petunjuk disini pun jarang, hanya mengikuti jalan setapak, karena itu kami membuat petunjuk bagi pendaki yang lain yang ingin kepuncak Papandayan, juga petunujuk bagi kami ketika pulang nanti.
Cukup lama kami berjalan namun puncak tak juga kami temukan, bahkan petunjuk yang menunjukan puncak pun tak juga kami temui. Langkah kaki pun kami teruskan, namun hasilnya tetap sama. Hanya jalan setapak yang kami ikuti. Kami sudah berada diatas namun tak ada petunjuk bahwa itu puncak Papandayan atau bukan. Sebelum kami berangkat, kami sempat melihat-lihat blog dan foto-foto puncak Papandayan sebagai petunjuk bagi kami, karena diantara kami belum pernah ada yang muncak ke Papandayan. Dan sebagian besar foto-foto yang menunjukkan puncak Papandayan adalah sebuah lahan kecil yang berada diatas, darisini dapat dilihat semua hamparan pegunungan dan juga kawah. Kami telah berada disini, namun kami masih penasaran apakah ini memang puncak Papandayan atau bukan. Akhirnya karena kami semua adalah tipe orang yang penasaran, kami pun lanjut jalan berharap menemukan puncak Papandayan yang sesungguhnya jika yang ini memang salah.
Tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul 14.00. Kami terus berjalan melewati pepohonan tinggi dan lebat. Aneh juga, biasanya jika kita sudah mendekati sebuah puncak gunung vegetasi akan terbuka tapi ini malah tertutup. Melihat logistik, kondisi badan dan kabut tebal yang sudah beranjak keatas, kami pun memutuskan untuk kembali ke Pondok Selada. Disebelah kiri kami sudah tidak bisa melihat apa-apa karena kabut, sedangkan sebelah kanan kabut perlahan naik keatas. Sempat panik juga karena kami lupa tidak membawa senter dan headlamp, semuanya kami tinggal ditenda. Bismillah kami pun balik kanan dan kembali menuju camp ground. Gerimis mulai turun dan awan hitam berada diatas kami. Langkah pun kami percepat, Alahmdulillah gerimis muali berhenti. Langkah demi langkah kami pacu hingga kami berada kembali di Tegal Alun. Sesampainya disini kami baru merasa lega. Fiiuuhhh... Tanpa istirahat lagi kami melanjutkan perjalanan pulang menuju Pondok Selada melalui jalur yang sama ketika kami naik tadi, yaitu melewati tanjakan mamang dan hutan mati.
Sesampainya di Pondok Selada hujan pun turun, kami semua masuk kedalam tenda dan membuat kopi. Ah, lega rasanya berada kembali didalam tenda ditengah cuaca buruk ditemani para sahabat dan secangkir kopi panas. Memasuki magrib, hujan mulai reda, kami pun membuat makan malam dan api unggun sembari bernyanyi ria. Satu persatu para pendaki lain mulai berdatangan dan mendirikan tenda di Pondok Selada, mereka pun membuat api unggun yang menjadikan Pondok Selada terang. Sembari mendengarkan lagu, kami segelintir anak manusia yang berada ditengah hutan dibawah hamparan langit berbintang mencoba menyelami rahasia yang Tuhan lukiskan. Malam itu begitu indah, alam dan kami menyatu, membuktikan kebesaran-Nya melalui nada yang tak biasa dilagukan. Alhamdulillah, puji syukur kami diberikan nikmat yang luar biasa ini.
Setelah api unggun padam kami pun bersiap untuk tidur. Sleeping bag, syal, slayer dan kupluk menjadi senjata kami melawan dingin malam itu, walaupun sebenarnya udara di Papandayan tidak se-ekstrem digununug Cikuray namun tetap saja untuk menjaga suhu badan agar tetap hangat semua itu kami pakai. Hehee...
Pukul 04.00 subuh Dara adalah makhluk pertama yang bangun. Dia sudah berada diluar tenda, disusul Itut yang dengan berisiknya mencari sepatu. Huh. Akhirnya saya juga bangun karena adanya panggilan alam yang sudah tidak bisa ditunda. Berbekal golok kecil dan tissue basah saya pun mencari spot yang tepat untuk melakukan ritual panggilan alam. And that was the most enjoyable “pup” I ever did. LOL. Bayangin aja, pup ditengah ilalang, dibawah jutaan bintang menghadap lembayung fajar matahari terbit itu rasanyaaa… hahaha.
Setelah selesai dengan ritual, saya pun menikmati suasan subuh di Pondok Selada bersama Dara dan Itut, sedangkan Didin dan Sipong masih asik terbalut sleeping bag. Ngorok teruuusss!! Haha. Kami bertiga pun memutuskan untuk jalan-jalan sambil mencari spot yang tepat untuk melihat sunrise. Akhirnya kami pun diam melihat sang surya menunjukkan wajahnya dipersimpangan antara Pondok Selada dan Hutan Mati. Langit pun perlahan berubah menjadi orange dan biru pertanda sang surya akan segera muncul. Menikmati sunrise dari Papandayan memang tidak seindah digunung lain karena disini tertutup oleh gunung Cikuray yang berada tepat didepannya. Tapi gak apa-apa, it’s nice enough to enjoyed it.
Tak lama kemudian datanglah Didin menghampiri kami. Ingin gabung juga ternyata cowo paling ganteng diantara kami ini. Hhaha. Setelah cukup terang kami pun mencari kayu bakar untuk membuat api dan sarapan.
Para pendaki yang lain pun sudah mulai bangun. Pagi yang sangat cerah dan menyegarkan. Setelah terkumpul cukup banyak kami mulai membuat api dan memasak. Harumnya aroma kopi menyentuh hidung kami yang membuat perut semakin keroncongan. Akhirnya saya pun membuat nasi goreng dan habis seketika. Kelaperan semua haha. And finally our chef made food for us. Yeeeee!!! Sarapan yang sebenarnya pun siap kami santap. Selesai sarapan kami pun ganti baju dan membereskan barang-barang. Sekitar pukul 09.00 dengan diawali doa kembali kami pun melangkahkan kaki untuk pulang.
Ditengah jalan, saya dan Dara berjalan duluan karena tiga makhluk dibelakang kami berfoto ria ditengah jalan. Walhasil sepajang perjalanan para pendaki lain menyangka kami muncak berdua. Ketika melihat matahari terbit kami sempat melihat ada sebuah air terjun dengan airnya yang berwarna hijau, dan naluri ngaprak kami pun keluar. Kami berdua memutuskan untuk pergi ke air terjun tersebut. Melalui jalur pendakian yang sudah tidak dipakai kami harus memanjat batu-batu besar untuk sampai diair terjun tersebut. Saya menyebutnya The Hidden Paradise of Mt. Papandayan. Keren banget deh air terjunnya. Walaupun kecil tapi sangat cantik. Gak sia-sia jatoh dari tebing kalo bisa nikmatin pemandangan kaya gini.




Setelah puas berada disini kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Begitu sampai di Camp David 3 makhluk narsis –Didin, Itut dan Sipong- telah menanti. Selesai shalat dzuhur kami pun memutuskan berjalan dari Camp David ke gerbang Cisurupan, namun setengah jam kami berjalan ada sebuah mobil bak terbuka yang turun sehingga kami menaikinya dengan harga Rp. 5.000 saja. Sekali lagi, this is the power of women, LOL. Thanks Tut J
Alhamdulillah kami pun sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun digerbang Cisurupan dan langsung menyambar kedai mie ayam bakso dan siap kembali ke Bandung.
Sama seperti sebelumnya, petualangan kali ini pun banyak menginggalkan kenangan manis yang tak akan terlupa dan akan menjadi sebuah dongeng untuk anak cucu kami kelak. Terimakasih Dara, Didin, Itut dan Sipong yang telah menjadi teman muncak yang asik. Tetap langkahkan kaki kalian hingga kalian tegak berdiri dipuncak keberhasilan.
Salam Lestari dan sampai jumpa dipetualangan selanjutnya.
Power Ranger, BISA!

@ungodamn

1 komentar:

  1. Besok ,gw dan rombongan juga akan merasakan apa yg kalian rasakan dan nikmati di mt.papandayan..
    Do'akan semua lancar gan..

    BalasHapus