Bertemu lagi dengan kami geng Power Ranger! Kali ini kami akan mendaki
salah satu gunung favorit para pendaki di Jawa Barat, yaitu gunung Papandayan
yang terletak dikota Garut. Seperti biasa kami berangkat dari Bandung pada malam
hari agar bisa mendaki selepas shalat subuh. Dalam pendakian kali ini tim Power
Ranger yang ikut masih 3 orang, saya, Dara dan Didin, -anggota satu lagi masih
absen- ditambah 2 teman kami Itut dan Sipong. Kedua teman kami ini baru pertama
kali mendaki, jadi sengaja kami memilih Papandayan karena kontur dan keadaan
geografis gunung Papandayan cocok untuk pendaki pemula.
Setelah sampai di Cisurupan, Garut kami langsung menuju masjid untuk
menunaikan shalat subuh dan berganti pakaian. Saat itu sempat ada 3 pendaki
lain yang berasal dari Bekasi yang juga akan mendaki, mereka mengajak kami
untuk menyewa mobil bak terbuka. Namun akhirnya mereka naik ojeg karena
terlanjur janji kepada mamang ojegnya. FYI, harga ojeg dari gerbang sampai ke
Camp David Rp. 25.000-30.000 sedangkan mobil bak terbuka Rp. 200.000, namun kami mendapat harga Rp.
150.000, gimana pinter-pinternya nawar aja sih. Biasanya kalau nawarnya pake
bahasa sunda dan yang nawarnya cewe suka dikasih murah. The
power of women! LOL.
Dengan menggunakan
mobil bak terbuka berangkatlah kami menuju Camp David, pos awal pendakian
gunung Papandayan. Setelah lapor
dan membayar uang masuk Rp. 2.000/orang kami pun sarapan terlebih dahulu. FYI
lagi, jalan dari gerbang menuju ke Camp David ini jauh dan jelek, jadi mending
pake ojeg atau mobil keatasnya, kalau jalan kaki lumayan nguras tenaga. Tepat
pukul 06.30, dengan diawali doa pendakian pun kami mulai. Track pertama yang menyambut
kami adalah tanjakan bebatuan yang langsung nyambung dengan kawah. Sepagi ini
pun asap dari kawah Papandayan sudah banyak dan jangan tanya baunya, bau banget
pokoknya, jadi masker wajib banget dibawa. Tetapi walaupun bau tetap saja kawah
ini sangat indah dan tidak bisa dilewatkan untuk berfoto ria.
Setelah berjalan membelah kawah hingga keatas, track selanjutnya adalah
bonus, landai pokoknya. Pemandangan disebelah kanan berupa hamparan pegunungan
dan lembah yang menghijau sepanjang mata memandang ditambah kabut pagi yang
masih setia menamani perjalanan kami. Karena jalur yang dulu biasa dipakai
sudah terbelah dan tidak bisa dilewati lagi, jadi jalur yang sekarang dipakai
adalah jalur jalan setapak kesebelah kanan. Jalur ini lumayan menguras tenaga,
setelah melewati jembatan kecil tanjakan yang lumayan panjang menanti sebelum
akhirnya belok ke kanan dan memasuki jalan besar lagi. Tak jauh dari situ sudah
dapat ditemui lapangan kecil dengan sebuah gubuk dan papan petunjuk menuju
Pondok Saladah atau Pondok Selada. Dari lapangan menuju Pondok Selada jika
mendaki dipagi hari akan banyak ditemui binatang kecil yang mengganggu,
sehingga kami memberinya nama „Tanjakan Rorongo“. Diujung jalan akan ada
persimpangan, jika mengambil arah kanan itu ke Hutan Mati sedangkan kiri ke
Pondok Selada. Pukul 08.30 kami sampai di Pondok Selada. Disana sudah ada
beberapa pendaki yang mendirikan tenda. Kami pun langsung mencari spot yang
enak untuk mendirikan tenda.
Sesudah membuat tenda, beres-beres dan berfoto ria di Pondok Selada kami
pun melanjutkan perjalanan menuju puncak. Melalui jalur sumber air, pos pertama yang kami temui menuju puncak
adalah sebuah kawasan hutan yang vegetasi tumbuhannya mengering, yaitu Hutan
Mati. Hutan Mati ini terjadi akibat letusan gunung Papandayan, sehingga seluruh
pohon dikawasan ini mati. Tuhan memang pelukis yang paling sempurna, dibalik
bencana yang terjadi Hutan Mati kini menjadi sebuah keindahan tersendiri. Hutan
ini begitu cantik dan eksotis. Jajaran pepohonan yang mengering dan hitam
justru semakin membuat decak kagum akan keagungan Sang Pencipta. Kami pun tak
lupa mengabadikan moment berharga ini. Lalu kami pun berjalan lagi dan tanjakan
mamang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya menyambut kami. Tanjakan mamang ini
terkenal karena tingkat kecuramannya, tapi menurut saya tanjakan setan gunung
Gede lebih ekstrim daripada tanjakan mamang digunung Papandayan ini. Tapi
tanjakan mamang ini cukup membuat nafas
kami terengah-engah. Setelah sampai diatas, bertemulah kami dengan padang bunga
abadi -Edelweis-.
Hamparan sang bunga abadi yang menghijau ditambah kabut yang turun dan
jajaran lembah didepan dan kanan kami langsung menjadi sihir bagi kami untuk
segera mencumbunya. Inilah yang sering disebut sebagai surga edelweis di Jawa
Barat, selain lembah Mandalawangi dan Surya Kencana. Selesai berfoto kami pun
sempat bingung antara melanjutkan perjalanan kepuncak atau pulang lagi, karena
disini tidak ada petunjuk arah menuju puncak Papandayan. Namun karena niat awal
kami menuju puncak maka kami pun menyebar untuk mencari sedikit petunjuk,
berharap menemukan stringline kecil yang tersembunyi itu. Setelah muter sana
muter sini Alhamdulillah stringline pun kami temukan.
Arah menuju puncak Papandayan dari Tegal Alun adalah sebelah kiri jika kita
melihat dari arah pertama kali memasuki Tegal Alun. Stringline yang dipasang
disini memang tersembunyi dan harus jeli mencarinya. Jalur tersebut ternyata
sebuah turunan kesebuah jurang sebelum kita kembali melewati tanjakan yang
licin dengan vegetasi tumbuhan yang rapat. Petunjuk disini pun jarang, hanya
mengikuti jalan setapak, karena itu kami membuat petunjuk bagi pendaki yang
lain yang ingin kepuncak Papandayan, juga petunujuk bagi kami ketika pulang
nanti.
Cukup lama kami berjalan namun puncak tak juga kami temukan, bahkan
petunjuk yang menunjukan puncak pun tak juga kami temui. Langkah kaki pun kami teruskan,
namun hasilnya tetap sama. Hanya jalan setapak yang kami ikuti. Kami sudah
berada diatas namun tak ada petunjuk bahwa itu puncak Papandayan atau bukan.
Sebelum kami berangkat, kami sempat melihat-lihat blog dan foto-foto puncak
Papandayan sebagai petunjuk bagi kami, karena diantara kami belum pernah ada
yang muncak ke Papandayan. Dan sebagian besar foto-foto yang menunjukkan puncak
Papandayan adalah sebuah lahan kecil yang berada diatas, darisini dapat dilihat
semua hamparan pegunungan dan juga kawah. Kami telah berada disini, namun kami
masih penasaran apakah ini memang puncak Papandayan atau bukan. Akhirnya karena
kami semua adalah tipe orang yang penasaran, kami pun lanjut jalan berharap
menemukan puncak Papandayan yang sesungguhnya jika yang ini memang salah.
Tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul 14.00. Kami terus berjalan melewati
pepohonan tinggi dan lebat. Aneh juga, biasanya jika kita sudah mendekati
sebuah puncak gunung vegetasi akan terbuka tapi ini malah tertutup. Melihat
logistik, kondisi badan dan kabut tebal yang sudah beranjak keatas, kami pun
memutuskan untuk kembali ke Pondok Selada. Disebelah kiri kami sudah tidak bisa
melihat apa-apa karena kabut, sedangkan sebelah kanan kabut perlahan naik
keatas. Sempat panik juga karena kami lupa tidak membawa senter dan headlamp,
semuanya kami tinggal ditenda. Bismillah kami pun balik kanan dan kembali
menuju camp ground. Gerimis mulai turun dan awan hitam berada diatas kami.
Langkah pun kami percepat, Alahmdulillah gerimis muali berhenti. Langkah demi
langkah kami pacu hingga kami berada kembali di Tegal Alun. Sesampainya disini
kami baru merasa lega. Fiiuuhhh... Tanpa istirahat lagi kami melanjutkan
perjalanan pulang menuju Pondok Selada melalui jalur yang sama ketika kami naik
tadi, yaitu melewati tanjakan mamang dan hutan mati.
Sesampainya di Pondok Selada hujan pun turun, kami semua masuk kedalam
tenda dan membuat kopi. Ah, lega rasanya berada kembali didalam tenda ditengah
cuaca buruk ditemani para sahabat dan secangkir kopi panas. Memasuki magrib,
hujan mulai reda, kami pun membuat makan malam dan api unggun sembari bernyanyi
ria. Satu persatu para pendaki lain mulai berdatangan dan mendirikan tenda di
Pondok Selada, mereka pun membuat api unggun yang menjadikan Pondok Selada
terang. Sembari mendengarkan lagu, kami segelintir anak manusia yang berada
ditengah hutan dibawah hamparan langit berbintang mencoba menyelami rahasia
yang Tuhan lukiskan. Malam itu begitu indah, alam dan kami menyatu, membuktikan
kebesaran-Nya melalui nada yang tak biasa dilagukan. Alhamdulillah, puji syukur
kami diberikan nikmat yang luar biasa ini.
Setelah api unggun padam kami pun bersiap untuk tidur. Sleeping bag, syal,
slayer dan kupluk menjadi senjata kami melawan dingin malam itu, walaupun
sebenarnya udara di Papandayan tidak se-ekstrem digununug Cikuray namun tetap
saja untuk menjaga suhu badan agar tetap hangat semua itu kami pakai. Hehee...
Pukul 04.00 subuh Dara adalah makhluk pertama yang bangun. Dia sudah berada
diluar tenda, disusul Itut yang dengan berisiknya mencari sepatu. Huh. Akhirnya
saya juga bangun karena adanya panggilan alam yang sudah tidak bisa ditunda. Berbekal
golok kecil dan tissue basah saya pun mencari spot yang tepat untuk melakukan
ritual panggilan alam. And that was the most enjoyable “pup” I ever did. LOL.
Bayangin aja, pup ditengah ilalang, dibawah jutaan bintang menghadap lembayung
fajar matahari terbit itu rasanyaaa… hahaha.
Setelah selesai dengan
ritual, saya pun menikmati suasan subuh di Pondok Selada bersama Dara dan Itut,
sedangkan Didin dan Sipong masih asik terbalut sleeping bag. Ngorok teruuusss!!
Haha. Kami bertiga pun memutuskan untuk jalan-jalan sambil mencari spot yang
tepat untuk melihat sunrise. Akhirnya kami pun diam melihat sang surya
menunjukkan wajahnya dipersimpangan antara Pondok Selada dan Hutan Mati. Langit pun perlahan berubah menjadi orange dan biru
pertanda sang surya akan segera muncul. Menikmati sunrise dari Papandayan
memang tidak seindah digunung lain karena disini tertutup oleh gunung Cikuray
yang berada tepat didepannya. Tapi gak apa-apa, it’s nice enough
to enjoyed it.
Tak lama kemudian datanglah
Didin menghampiri kami. Ingin gabung juga ternyata cowo paling ganteng diantara
kami ini. Hhaha. Setelah cukup terang kami pun mencari kayu bakar untuk membuat
api dan sarapan.
Para pendaki yang lain
pun sudah mulai bangun. Pagi yang sangat cerah dan menyegarkan. Setelah
terkumpul cukup banyak kami mulai membuat api dan memasak. Harumnya aroma kopi
menyentuh hidung kami yang membuat perut semakin keroncongan. Akhirnya saya pun membuat nasi goreng dan habis seketika.
Kelaperan semua haha. And finally our chef made food for us.
Yeeeee!!! Sarapan yang sebenarnya pun siap kami santap. Selesai sarapan kami
pun ganti baju dan membereskan barang-barang. Sekitar pukul 09.00 dengan
diawali doa kembali kami pun melangkahkan kaki untuk pulang.
Ditengah jalan, saya dan Dara berjalan duluan karena tiga makhluk
dibelakang kami berfoto ria ditengah jalan. Walhasil sepajang
perjalanan para pendaki lain menyangka kami muncak berdua. Ketika melihat
matahari terbit kami sempat melihat ada sebuah air terjun dengan airnya yang
berwarna hijau, dan naluri ngaprak
kami pun keluar. Kami berdua memutuskan untuk pergi ke air terjun tersebut.
Melalui jalur pendakian yang sudah tidak dipakai kami harus memanjat batu-batu
besar untuk sampai diair terjun tersebut. Saya menyebutnya The Hidden Paradise
of Mt. Papandayan. Keren banget deh air terjunnya. Walaupun kecil tapi sangat
cantik. Gak sia-sia jatoh
dari tebing kalo bisa nikmatin pemandangan kaya gini.
Setelah puas berada disini kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Begitu
sampai di Camp David 3 makhluk narsis –Didin, Itut dan Sipong- telah menanti. Selesai
shalat dzuhur kami pun memutuskan berjalan dari Camp David ke gerbang
Cisurupan, namun setengah jam kami berjalan ada sebuah mobil bak terbuka yang
turun sehingga kami menaikinya dengan harga Rp. 5.000 saja. Sekali lagi, this
is the power of women, LOL. Thanks Tut J
Alhamdulillah kami pun
sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun digerbang Cisurupan dan langsung
menyambar kedai mie ayam bakso dan siap kembali ke Bandung.
Sama seperti
sebelumnya, petualangan kali ini pun banyak menginggalkan kenangan manis yang
tak akan terlupa dan akan menjadi sebuah dongeng untuk anak cucu kami kelak. Terimakasih
Dara, Didin, Itut dan Sipong yang telah menjadi teman muncak yang asik. Tetap
langkahkan kaki kalian hingga kalian tegak berdiri dipuncak keberhasilan.
Salam Lestari dan
sampai jumpa dipetualangan selanjutnya.
Power Ranger, BISA!
@ungodamn
Besok ,gw dan rombongan juga akan merasakan apa yg kalian rasakan dan nikmati di mt.papandayan..
BalasHapusDo'akan semua lancar gan..