Bagi sebagian orang bepergian dengan menggunakan
bis merupakan hal yang membosankan, bahkan mungkin menyebalkan. Bagaimana
tidak, selain sumpek, panas, banyak pedagang yang menawarkan ini itu, banyak
pengamen hingga rawan terjadinya pencopetan yang membuat para penumpang resah. Tapi memang bis kota merupakan sarana
transportasi favorit masyarakat, karena tarifnya yang relatif murah.
Seperti sebelum-sebelumnya, perjalanan
Bandung-Cianjur kali ini pun saya tempuh dengan menggunakan bis. Namun kali ini
saya terpaksa harus naik bis ekonomi. Begitu saya duduk, langsung diserbu para
pedagang yang menawarkan dagangan mereka *dengan sedikit memaksa*. Dalam
keadaan lelah, saya harus tetap tersenyum kepada mereka. Memang terkadang para
pedagang di bis sering membuat kesal, tapi mau bagaimana lagi, itu adalah cara
mereka untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
Kali ini saya duduk dekat jendela agar
bisa melihat pemandangan diluar. Dan juga agar tidak terganggu orang yang lewat
naik turun dan juga pak kondektur yang menagih ongkos kepada para penumpang ;).
Bis pun mulai bergerak dan meninggalkan terminal yang penuh sesak, asap, teriakan
calo dan para penumpang yang duduk dikursi dengan wajah letih menunggu bis yang
akan mengantarkan mereka ke tempat tujuan masing-masing.
20 menit berlalu dan mulailah “atraksi“
didalam bis. Para pengamen
mulai turun naik untuk “menjual” suara mereka. 2 orang gadis kecil, usia 10
tahunan, dengan kaos oblong lusuh dan sandal jepit mulai menyanyikan lagu Wali dengan
iringan gitar butut. Si penyanyi mengeluarkan suaranya yang serak dan temannya
memetik senar gitar dengan penuh keceriaan dan senyuman, walaupun dengan
keringat yang meleleh diwajah mereka.
Sekilas
tidak tampak bahwa 2 gadis kecil itu adalah anak-anak yang sedang mengumpulkan
receh demi receh untuk mencari sesuap nasi. Begitu polos dan cerianya mereka
hingga mungkin pekerjaan yang saya sendiri belum tentu bisa, dilakukannya
dengan penuh keikhlasan. Dua lagu telah berakhir dan mereka mulai menyodorkan
kantong plastik bekas permen kepada penumpang, berharap mereka mau menyisihkan
sisa-sisa uang recehnya. Dua gadis kecil itu pun turun dari bis dan bersiap
kembali menapaki dunia ini dengan kaki-kaki mungilnya.
Bis
pun terus melaju hingga daerah Padalarang sebelum akhirnya berhenti sejenak untuk
mencari penumpang lain. Saat itulah saya melihat ada seorang wanita. Tidak
terlalu tua, usianya sekitar 30an. Dengan memakai pakaian lusuh yang tertutup
lengkap dengan topi, si wanita dengan kuat memikul semen dari halaman rumah ke
sebuah gudang. Satu demi satu tumpukan semen itu ia pindahkan. Hanya satu orang
laki-laki yang menjadi partnernya. Panasnya terik matahari yang membakar
kulitnya tak ia hiraukan. Beribu keringat telah membanjiri tubuh wanita itu. Inikah
yang namanya emansipasi? Atau kami (wanita) hanya bagian korban dari busuknya
demokrasi? Satu hal yang saat itu ada dalam benak saya, betapa hebatnya kami,
kaum perempuan. Saya tidak tahu latar belakang dan motif apa sehingga wanita
itu rela bekerja sebagai kuli yang notabene adalah pekerjaan lelaki. Tapi satu
hal pasti, ia hanya mencoba untuk terus hidup. Survive dalam
gembar-gembor sistem demokrasi yang hanya berlaku bagi sebagian kaum saja.
Seharusnya mereka melihat. Atau
sebenarnya mereka melihat namun pura-pura tidak melihat? Pemandangan ini sangat
menyadarkan saya tentang bokbroknya negeri ini. Rakyat Indonesia belum merdeka.
Indonesia adalah negeri yang bodoh, bukan secara harfiah. Kita semua masih
memiliki banyak PR untuk membenahi negeri dengan kekayaan yang melimpah ini.
Tak cukup sampai drama si wanita tadi,
jika kita peka dan paham, segala sesuatu yang terjadi didalam kehidupan
sehari-hari adalah contoh nyata dari pelajaran hidup yang berharga. Hanya 3 jam
duduk di bis jurusan Bandung-Sukabumi saja Tuhan telah memperlihatkan bagaimana rupa manusia Indonesia. Mereka yang setiap hari duduk nyaman didalam
kendaraannya yang berplat nomer merah tak akan pernah melihat realitas
dihadapan mereka ini karena kekuasaan. Andai mereka mau berbaur dengan rakyat,
pergi menggunakan kendaraan umum, mereka akan tahu lebih dalam tentang
orang-orang yang mereka pimpin.
Pernah suatu waktu ketika saya memperhatikan
keluar jendela ada 3 orang penjual asongan yang sedang menunggu bis kami
berhenti. Satu orang diantara mereka usianya tidak lagi muda, sudah bisa
dibilang seorang kakek, sedangkan dua orang lagi masih berusia muda. Ketika bis
kami berhenti ketiga penjual asongan tersebut lari berebut untuk dapat masuk
kedalam bus, karena didalam bus AC tidak boleh ada penjual dengan skala besar,
biasanya hanya 2 pedagang saja yang diijinkan masuk, itupun sebentar. Kala itu,
si kakek harus berlari dengan dua orang saingannya yang masih kuat. Dan memang
kakek itu yang terakhir. Kedua pedagang yang masih muda telah masuk kedalam bis
dan langsung menjajakan barang dagangannya berupa cemilan dan air kepada para
penumpang. Lain halnya dengan si kakek. Begitu akan melangkah kedalam bis,
dipintu bis beliau ditahan dan dimarahi oleh sang kondektur. Beruntung salah
satu pedagang yang masuk tadi sudah keluar bis, mungkin karena dagangannya
tidak laku, akhirnya si kakek diijinkan masuk. Dari bangku satu ke bangku yang
lain beliau menawarkan air mineral yang dibawanya. Karena saya haus dan iba
juga melihat beliau saya pun membeli dagangannya. Dan ketika beliau menerima
uang, dengan ikhlas beliau melempar senyumnya dan mendoakan saya. Sekali lagi,
inilah cara Tuhan berkomunikasi dengan hambaNya. Dimana pun, melalui perantara
apapun dan bagimana pun caranya hanya jika kita bisa melihat dan mendengar maka
kita kan merasakan. Allah Maha Besar. Barakallah. Doa terbaik saya untuk sang
kakek penjual tadi.
Itulah
hidup. Terkadang kita lupa tentang siapa diri kita, bahkan terkadang kita juga
lupa tentang tujuan hidup kita. Kita datang bersujud kehadapanNya lima kali
sehari, namun Dia datang setiap waktu kepada kita, hanya jika kita peka dan
paham. Tuhan memiliki caranya tersendiri untuk berinteraksi. Pengalaman saya
ini hanya sebagai pelajaran kecil yang, untuk saya pribadi, menjadi teguran
untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik, yang tidak akan pernah tunduk
kepada mereka yang menggunakan kekuasaannya hanya untuk memiliki dunia.
@ungodamn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar