Wahai adam, aku mencintaimu.
Aku menyayangimu.
Waktu itu ketika kita berdua
tersenyum, sadarkah engkau bahwa separuh hatiku telah menjadi milikmu. Melihat mu menjadi
kebahagiaan untuk ku. Ketika engkau menanyakan bagaimana keadaanku, aku tersipu
malu, pipiku memerah dan seulas senyum menghias wajahku.
Aku
bertanya kepada Tuhan “Apa yang terjadi
padaku? Mungkinkah aku jatuh cinta? Atau ini hanya perasaan sementara saja?
Benarkah ini cinta?”. Aku menginginkan jawaban, tetapi aku takut. Aku takut
bahwa cinta ku kepada-Nya akan terkalahkan oleh bibit perasaan yang mulai
tumbuh dan berkembang didalam hatiku untuk mu. Aku tidak berani dan aku tidak mau jika itu sampai
terjadi.
Waktu yang diberikan Tuhan
pernah kita lalui bersama. Namun waktu jugalah yang menjadi batas kebersamaan
kita.
Adam, jika aku memang telah
luntur tolong jangan kau goreskan tinta dengan kuas yang telah rusak, karena
hasilnya tak akan menjadi bagus. Jika kau ingin melepas ku tolong lepaslah
sepenuhnya, karena bekas-bekas noda tak akan hilang hanya dengan sedikit air.
Jika perasaan mu telah berubah warna, perlukah menumpahkan semua duka padaku?
Adam, tahukah kau bahwa hawa hanya
bisa menangis ketika hatinya terluka. Ia tak pernah bisa berujar. Ia hanya bisa
menahan getir hatinya ketika melihat engkau berlari menjauh.
Ketika hawa terluka, ia tak
tahu harus berbuat apa kecuali membiarkan pipinya basah oleh air mata. Ia akan
menjadi diam, karena itulah yang dapat ia lakukan. Berat memang. Tapi itulah
kodrat seorang hawa. Adam diciptakan menjadi sosok yang tegas sedangkan hawa
mewakili ciptaan-Nya dalam kelembutan. Maka jika engkau memperlakukannya dengan
kasar, ia akan patah.
Engkau mungkin bisa melepasnya dengan
mudah, namun tidak dengan hawa, karena engkau telah menjadi tinta yang pernah
mengisi lembaran hidupnya. Ia hanya akan menutupnya, bukan menghapusnya.
Diamnya bukan berarti ia lupa.
Jauhnya bukan berarti ia hilang.
Dalam diamnya ia tetap selipkan
doa untuk mu. Dalam jauhnya tetap ia selipkan cinta untuk mu.
Adam, jika engkau tak bisa
menjadi dinding pelindung tolong jangan sekali-kali engkau menghampiri
tenangnya air. Jika engkau terlanjur menimbulkan riak tolong jangan engkau
tambah dengan arus.
Engkau tak akan mengerti hawa
jika engkau mencintanya dengan sifat adam.
Maka untuk mencintanya
kau harus memahami sifat hawa.
@ungodamn
Subhanalloh skali yah, ssuatu :*
BalasHapus