Powered By Blogger

Minggu, 15 Desember 2013

Bahasa dan Budaya


Belajar bahasa berarti belajar budaya, begitu yang dikatakan dosen saya. Ketika seseorang mempelajari bahasa maupun mempelajari tentang bahasa mau tidak mau ia dituntut untuk mempelajari juga budaya tempat dimana bahasa itu dipakai. Hal ini terjadi karena bahasa merupakan bagian dari suatu bangsa. Setiap negara atau daerah memiliki bahasa dan budayanya masing-masing yang saling berkesinambungan.
Bahasa bukan hanya merupakan sebuah alat komunikasi tetapi juga merupakan suatu identitas. Banyak negara dewasa ini yang sangat mengagungkan bahasanya, khususnya negara-negara di Eropa. Seperti Jerman dan Prancis. Orang Jerman sangat bangga terhadap Deutschnya. Mereka menganggap bahwa bahasa adalah sebuah identitas dan kehormatan bangsa, sehingga tak heran jika di Jerman kalian akan menemukan semua petunjuk dijalanan atau ditempat-tempat umum dengan menggunakan bahasa Jerman. Bahkan semua buku, film dan iklan yang masuk ke negara yang terletak di jantung Eropa ini akan diterjemahkan terlebih dahulu kedalam bahasa Jerman, termasuk film-film kartun seperti Spongebob Square Pants menjadi Spongebob Schwammkopf atau slogan internasional Mc Donald yang terkenal, “I’m lovin‘ it“ diganti menjadi “Ich liebe es“. Maka tak heran jika film-film hollywood yang masuk kenegara ini sering sedikit terlambat dibanding negara-negara lain karena harus melewati proses dubbing terlebih dahulu.
Tak hanya Jerman, begitu pun Prancis. Negara bekas kekuasaan Napoleon Bonaparte ini malah lebih “parah“ dalam hal bahasa. Tak hanya mencintai dan bangga, orang-orang Prancis juga sangat melestarikan bahasanya. Saking cintanya mereka tak mau berbicara bahasa lain dinegaranya kecuali bahasa Prancis. Jadi buat kalian yang ingin pergi kenegara pemilik Eiffel ini sangat disarankan untuk menguasai bahasa Prancis, minimal dasarnya. Orang-orang Prancis sebenarnya mengerti bahasa Inggris namun ketika kita mengajak mereka berbicara bahasa Prancis jangan heran jika mereka menjawabnya dalam bahasa Prancis. Walhasil untuk mereka yang sama sekali tidak mengerti bahasa Prancis akan bingung dan ujungnya mengeluarkan bahasa Tarzan. Alasan lain mengapa penguasaan bahasa Prancis (walaupun itu dasar) sangat diperlukan ketika berada disana adalah ketika kita akan membeli tiket bis atau metro. Seperti kita ketahui bahwa pembelian tiket kendaraan umum di Eropa berbeda dengan di Indonesia. Jika di Indonesia ada petugas tiket baik di terminal ataupun di stasiun atau kondektur didalam bis, di Eropa kita harus membeli tiket sendiri, alias transaksi dengan mesin tiket otomatis. Dan di Prancis semua mesin pembelian tiket berbahasa Prancis! Disana tidak terdapat bahasa Inggris yang notabene adalah bahasa internasioanal. Jadi jika kita tidak mengerti bahasa Prancis akan sangat sulit bagi kita membeli tiket. Berdoa dan berharap seseorang mau berbaik hati membantu turis. That’s gonna save you in France!
Mungkin tak hanya Jerman dan Prancis yang “over-protective” terhadap bahasanya, negara-negara lain pun banyak yang seperti itu. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sudahkan kita bangga terhadap bahasa Indonesia seperti yang tertulis dalam teks Sumpah Pemuda, “Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia”? Secara harfiah seharusnya Indonesia sangat berbangga terhadap bahasanya. Karena letak geografis Indonesia yang strategis sehingga menjadi negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki ribuan pulau lengkap dengan ribuan bahasa yang berbeda. Sebuah keragaman dan kebanggaan tersendiri.
Setiap bahasa yang digunakan disuatu daerah secara otomatis menunjukkan siapa yang berada disana, sehingga tak heran jika bahasa juga didefinisikan sebagai sebuah identitas. Contohnya bahasa sunda menunjukkan jati diri orang-orang suku sunda atau ketika kita menginjakkan kaki dikota Medan, secara otomatis itu menunjukkan siapa yang berada disana dengan segala macam budaya yang terkandung didalamnya. Pentingnya belajar bahasa dan belajar tentang bahasa selain sebagai alat komunikasi adalah sebagai alat untuk belajar yang lain dan mengenal budayanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT, bahwa Dia mencipatakan makhlukNya berbeda-beda dengan tujuan untuk saling mengenal. Maka salah satu cara untuk mengenal adalah dengan menguasai bahasanya terlebih dahulu.
Selain bahasa ibu dan bahasa daerah tempat kita tinggal, tak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita juga harus menguasai bahasa lain, terutama bahasa asing. Bahasa Inggris misalnya, mau tidak mau kita dituntut untuk bisa berbicara bahasa Inggris karena perkembangan global yang terjadi secara otomatis menggiring manusia untuk berpikir secara global juga. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tak akan bisa dilepaskan dalam kehidupan manusia saat ini, sehingga penguasaan bahasa Inggris akan sangat menolong kita dalam bergaul, berkomunikasai, studi bahkan bekerja. Maka tak jarang sekarang ini sering ditemui salah satu syarat melamar pekerjaan adalah mampu berbahasa Inggris. Itu menjadikan bukti bahwa manusia saat ini sudah memiliki jaringan komunikasi yang sangat luas.
Budaya yang dimiliki oleh setiap daerah atau negara juga mendatangkan hal serupa, yakni tuntutan penguasaan bahasa asing. Budaya yang unik dan menarik akan banyak mendatangkan para wisatawan baik domestik maupun asing untuk mengunjungi tempat tersebut sehingga mau tidak mau orang-orang setempat harus mampu menguasai bahasa asing, minimal bahasa Inggris. Walaupun sebenarnya keadaan ini terbalik dengan realitas yang terjadi dinegara-negara Eropa. Wisatawan mancanegara yang ingin berlibur ke Paris misalnya harus menguasai bahasa Prancis, begitupun dengan Italia dan Spanyol. Hal ini berbeda dengan di Indonesia bukan? Justru kitalah sebagai tuan rumah yang harus mempelajari bahasa asing. Hal ini juga terjadi akibat pengaruh politik dan ekonomi. Indonesia yang berstatus sebagai negara berkembang saat ini memang mau tidak mau harus menyesuaikan keadaan pasar. Lain halnya dengan negara-negara di Eropa atau Amerika yang sudah berstatus sebagai negara maju. Mereka yang saat ini lebih memegang kendali terhadap perkembangan pasar global.
Pengaruh bahasa juga bukan hanya terbatas pada bidang ekonomi atau ilmu pengetahuan saja, bahasa juga ternyata bisa membawa budaya asal dimana bahasa tersebut dipakai. Contohnya bahasa Jepang yang saat ini sudah marak dipelajari di Indonesia juga sedikit banyaknya telah membawa budaya Jepang ketanah air. Kita sering menemukan banyak acara-acara anak muda khususnya yang berbau Jepang, seperti pameran, cosplay, konser musik, fashion hingga trend boy dan girl band. Kemajuan ekonomi Korea Selatan saat ini ternyata banyak dibantu oleh pemasukan dari bidang hiburan, yaitu film, drama dan musik. Kemajuan pesat dunia hiburan Korea Selatan juga memberikan dampak kepada penikmat Korea ditanah air. Saat ini banyak anak muda yang berbondong-bondong mempelajari bahasa Korea. Begitulah bahasa dan budaya yang saling mempengaruhi satu sama lain. 
Dalam mempelajari suatu bahasa khususnya bahasa asing kita juga harus berhati-hati dan cerdik dalam menggunakannya, jangan sampai kita menjadi orang lain, dalam artian kita kehilangan jati diri dan mengikut pada budaya tempat bahasa yang kita pelajari, atau jangan sampai kita merubah esensi dari bahasa itu sendiri. Seperti yang sudah terjadi di Indonesia. Sepele tapi tetap saja salah. Keadaan Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar didunia menjadikan bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab. Orang-orang Indonesia pun tak sedikit yang beranggapan bahwa Arab adalah semua tentang muslim. Padahal itu jelas-jelas salah. Saudi Arabia adalah negara dengan penduduk Yahudi yang sangat banyak, berbeda dengan yang selama ini orang pikirkan bahwa orang Arab itu muslim, padahal tidak. Al-Quran yang ditulis dalam bahasa Arab sedikit banyak telah mempengaruhi mindset orang-orang, khususnya di Indonesia. Hampir semua kata serapan yang berasal dari bahasa Arab sering diidentikan dengan Islam dan muslim. Contoh kecilnya adalah penggunaan kata “akhwat“. Entah kenapa kata “akhwat“ di Indonesia sering ditujukan atau diartikan sebagai seorang wanita yang memakai hijab panjang, padahal “akhwat“ sendiri artinya adalah wanita, tak peduli wanita yang mana, mau dia berjilbab atau tidak. Pun juga dengan kalimat “Met Milad“. Menurut beberapa ustadz, mengucapkan “Selamat ulang tahun“ atau “Happy birthday“ itu tidak boleh, karena menyerupai budaya orang-orang Yahudi dan Allah SWT berkata bahwa barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kedalamnya. Tapi sekarang ini banyak mereka yang mengganti ucapan “Happy birthday“ dengan kalimat “Met milad“. Apakah tujuan penggantian ucapan kedalam bahasa Arab akan menghilangkan esensi dari makna sebenarya? Apa bedanya “Happy birthday“ dan “Met milad“? Sama bukan? Itulah bahasa. Terkadang esensi dari bahasa itu dirubah dengan seenaknya oleh manusia padahal eksistensi sebuah bahasa tak bisa diutak-atik sembarangan. Jika salah mengartikan bisa berdampak buruk.
Itulah sekilas tentang bagaimana bahasa dan budaya yang saling memberikan pengaruh satu sama lain. Bahasa memang merupakan sebuah alat. Alat komunikasi, alat pemersatu hingga alat kemajuan suatu kaum atau bangsa. Orang-orang modern saat ini dituntut untuk mempelajari banyak bahasa agar dapat bersaing dengan orang lain. Bahkan menurut sebuah penelitian, orang yang banyak menguasai bahasa artinya ia memiliki IQ yang tinggi. Dan tak hanya sekedar IQ, jika kita menguasai banyak bahasa akan banyak pula manfaat yang kita rasakan. Mari kita belajar tanpa melupakan darimana kita berasal dan lestarikan bahasa Indonesia!!!

@ungodamn

Kamis, 12 Desember 2013

Hiking Jayagiri-Tangkuban Perahu


Halloooo readers... ketemu lagi dengan kami woman ranger si bukan titisan power ranger :D Bulan Desember yang diselimuti hujan setiap hari ini cukup membuat suntuk. Diem terus dirumah dan hanya ngurusin urusan kuliah. Udah gatel pengen mucak, tapi ngeliat kondisi cuaca rada mikir juga, tapi daripada bete akhirnya kami mutusin buat hiking. Kali ini tempat yang kami pilih adalah hutan Jayagiri Lembang sampe ke kawasan gunung Tangkuban Perahu. Rencana awal berangkat adalah hari Jumat, tapi gak jadi karena saya tumbang alias sakit. Akhirnya hari ini, Senin rencana itu bisa terealisasi. Saya dan Dara berangkat jam 7 pagi. Tujuan hiking ini selain pengen “gerak” juga sengaja latihan fisik sebelum ekspedisi 3S kami dibulan Januari yang memang membutuhkan fisik yang super duper fit dan pengen tahu juga karakter masing-masing kalo jalan berdua. Soalnya kita berdua punya banyak plan buat double trip. Jadi penting banget buat ngenal karakter sang partner. Kalo muncak bareng geng power ranger sih udah biasa tapi muncak berdua doang belum pernah, jadi so pasti habbitnya mesti lebih dieksplor biar pas jalan udah paham satu sama lain.
-Intermezo-
Oke kembali ke cerita. Jam setengah 8 lebih kita baru sampe pertigaan jalan masuk ke hutan Jayagiri. Dari jalan raya ke pintu masuk hutan lumayan jauh juga, lumayan pemanasan dulu pagi-pagi. FYI: Tiket masuk hutan Jayagiri Rp. 5.000/orang. Sesampainya dipintu masuk hutan Jayagiri, seperti biasa, tracking wajib kami awali dengan doa. Selain meminta perlindunganNya, doa juga bisa menjadi suatu energi yang mendorong kita untuk semangat dan percaya gak percaya kalo udah doa keyakinan untuk berhasil itu kuat banget.
Satu, dua, tiga, hap! Perjalanan dimulai. Berhubung semalem abis ujan jadi ya wayahna jalan licin men. Begitu masuk kawasan hutan tanpa aba-aba kita langsung masuk hutan pinus. Dari awal udah banyak persimpangan, pertigaan, perempatan, per peran pokoknya. Bingung mesti ambil jalan yang mana karena emang gak ada petunjuk. Jadi kalo salah pilih, you’re gonna lost in Jayagiri forest! Haha. Untungnya kita ketemu sama bapak-bapak. Malu bertanya sesat dihutan! FYI: Dari awal masuk ambil terus jalan lurus, jangan belok kiri kanan. Dan jangan remehkan hutan Jayagiri men. Track hikingnya emang cocok buat latihan fisik. Nanjak teruuussss gak ada bonus. Tapi it’s ok. Just enjoy it, karena selain udaranya yang super seger, pemandangannya juga bagus kok. Yang bikin asik lagi adalah keberadaan penghuni hutan Jayagiri yang senantiasa muter-muter diatas kepala kita sambil nyanyi-nyanyi. Elang. Yes! Finally I heard him again. LOL Tapi jujur saya baru kali ini lagi denger suara elang. Makanya pas nengok keatas sengeng banget bisa liat burung gagah itu.
Setelah lama nanjak, nanjak dan nanjak sampailah kita diakhir hutan Jayagiri. Lokasinya berupa kebun kopi dengan sebuah saung ditengahnya. Nah mulai bingung lagi disini. Pokoknya hutan Jayagiri gak ada petunjuk sama sekali buat yang ngetrack. Mungkin karena hutannya emang kawasan perkebunan. Pilih lurus, kiri apa kanan. Terus Dara bilang “Ngo, kemana feeling lo? Pilih mana?“ “Bismillah, lurus ra. Kita ngasruk, kayanya itu diatas jalan“. Tanpa mikir dua kali, gabrus aja tu jalan. Dan bener...ketemulah kita dengan jalan besar berbatu. Ya jalannya cukuplah buat lewat satu mobil dan banyak bekas ban motor trail yang masih baru. Nyampe dijalan batu itu adalah sebuah jawaban sekaligus pertanyaan. Lagi-lagi gak tahu mesti ngambil kiri apa kanan. Feeling lagi nih, setuju ambil kiri. Jalan teruuusss. “Ra, kok gini terus yah jalannya? Gak ada tanda-tanda. Jangan-jangan nembus ke perumahan penduduk, balik lagi dong!” “Udah ikutin dululah!” Jawab Dara. Oke. Keep walking and keep walking. Ampe nemu pertigaan. Nah loh kan ambil mana lagi nih? Akhirnya jalan lurus terus. 50 meter kemudian lagi-lagi nemu pertigaan. Shit! Kali ini kita milih diem dulu, sekalian ngelurusin kaki nyoba nyari posisi di google map berharap pada setitik sinyal yang lup-lep. Tapi nampaknya usaha kami mengharap pada GPS hanya sia-sia belaka. Daripada diem terus melototin hape mending jalan. Pake feeling lagi. Kali ini kita ngambil jalan ke kanan, masuk hutan ninggalin jalan berbatu tadi. Ngikutin jalan becek yang dibumbui genangan aer. Selangkah, selangkah lagi, selangkah lagi... sampailah kami di PEREMPATAN! Jalannya udah mirip banget kaya tanda plus dan kita ada di tengah-tengah. Dara “Ngo, feeling!“ “Lurus ra, orang beriman berada dijalan yang lurus dan benar. Haha!” Don’t be so serious men! Ketawa itu penting banget terutama dalam keadaan kaya gini. Bingung. Ya daripada bingung kan mending ketawa :D
Bismillah, darisini kita mulai masuk kawasan hutan hujan basah meninggalkan hamparan pohon pinus. Vegetasinya rapat, lembab, tracknya becek, banyak jalan bercabang dan jebakan batman alias genangan aer yang dalem. TIPS: Kalo mau kesini usahain pake sepatu gunung, lebih baik pake boots sekalian. Pertama kali masuk udah disuguhin track yang bercabang, 20 meter kemudian gitu lagi, gitu lagi dan gitu lagi. Pokoknya kita cuma ngandelin feeling. Keluarin aja jiwa binatangnya, pake insting. Soalnya gak ada petunjuk atau sekedar stringline juga nihil. Jalan, jalan terus ampe kita ketemu sama bule yang lagi istirahat pinggir jalan. Hasil ngobrol, ternyata doi asli orang Jerman, udah 20 tahun tinggal di Indonesia (pantes diajak ngomong pake bahasa Jerman dijawabnya pake bahasa Indonesia -.-) dan udah traveling keliling Indonesia. Dan doi udah ke Rinjani men!! Ah… Mupeng langsung kalo denger nama gunung yang satu itu. Ternyata emang jalur hiking dari hutan Jayagiri ke Tangkuban Perahu gak ada petunjuknya. Katanya hari sabtu kemaren doi baru ngetrack juga dari Tangkuban Perahu dan doi ngasih tanda dipohon gede buat jalur kesana. Oke, setelah ngobrol, ngasih tahu jalan dan say goodbye, kita pun berpisah ngelanjutin perjalanan masing-masing lagi.
Ketemulah kita dengan tanda yang bule tadi bikin dipohon. Tanpa ragu ambil kanan, lurus, nanjak terus ampe… yah ketemu lagi jalan bercabang. Feeling. Insting. Liat medan. Ambil kanan, ambil kiri, lurus. Gitu aja pokoknya. Ampe ditengah jalan gerimis mulai turun. Pake peralatan tempur dulu, ponco dan akhirnya hujan juga deh. Feeling, insting, intuisi  dan ilmu pendakian kami yang masih kurang itu bekal kami jalan terus hingga sayup-sayup terdengarlah suara, orang! Wah…udah deket nih. Makin semangat. Ambil kanan, ambil kiri, lurus terus. Tadaaa….nyampelah kita dilokasi outbond gunung Tangkuban Perahu disertai awan yang pergi menjauh hingga menampakan kembali sang penerang bumi. Alhamdulillah.
Akhirnya masuklah kita ke kawasan alam gunung Tangkuban Perahu. FYI: Tiket masuk gunung Tanguban Perahu Rp. 13.000/orang (turis lokal). Tanpa basa-basi kita langsung menuju kawah ratu yang merupakan kawah utama gunung Tangkuban Perahu. Akses dari pintu masuk menuju kawah bisa dengan mobil (Rp. 5.000/orang) atau ngetrack alias jalan kaki. Ya kita milih jalan kakilah. Jaraknya gak jauh kok, cuma 1 kilo. But, tracknya itu berupa tangga!! Aaarrghhh I hate stairs!! Shit! One step, two step, three step, ampe ratusan step baru deh kita nyampe dikawah ratu. Jeprat-jepret. Time to take photos. Setelah puas waktunya memuaskan perut yang udah keroncongan. Jalan menuju jalur kawah baru dan air keramat, kita pun nyari spot enak buat makan siang. Pertama kali baca Air Keramat (sengaja dibold biar kesannya menegangkan, hhaa) dibrosur, saya langsung tertarik dan penasaran apa itu air keramat? Dan ternyata air keramat itu konon tempat mandi Dayang Sumbi, ibu Sangkuriang dalam legenda gunung Tangkuban Perahu. Tapi sayang kita gak bisa kesana karena kawasan air keramatnya masih ditutup. Gak ada air keramat, pohon keramat pun jadi deh, yang penting judulnya pake keramat biar terkesan mistis gitu, haha. Akhirnya kita mutusin makan dibawah pohon keramat. Ini serius yah ada yang namanya pohon keramat disana. Ya kali aja gara-gara duduk dibawahnya ntar mimpi ketemu Sangkuriang. LOL. Lagi enak-enak makan, eh ujan turun. Hap hap langsung pindah ke saung. Ujan petir ditambah kabut yang naik bikin semua pemandangan didepan mata seketika ilang. Jarak pandang Cuma 5 meter. Alhamdulillah deh kita udah nyampe diatas. Gak apa-apa ujan gede juga.
Gak kerasa sambil ngobrol dan nungguin ujan berenti udah jam 3 lagi. Akhirnya kita mutusin buat balik, gak jadi kepuncak. Mau gimana lagi, ujannya ekstrem pake petir. Semua wisatawan yang laen juga udah pada bubar. Akhirnya ditengah hujan deras kita jalan ampe ke pintu masuk kawasan, ampe kebawah dan ampe ke simpangan jalan raya Subang-Tangkuban-Lembang. Belum berakhir sampai disitu, karena dari sini gak ada angkot Lembang walhasil kita nerusin jalan kaki men. Celingak celinguk ngeliatin mobil bak buat minta tumpangan ampe Lembang. And finally yang nyangkut adalah mobil tentara. Oke men, sikat! Selain dikasih tumpangan, eh kita malah diajak ikut kegiatan mereka hiking dari Subang ke pantai. Yah..sambil menyelam minum aer nih. Lumayan nambah channel buat adventure, gratis lagi :D
Jam 5 sore. Sampailah kita di Lembang. Badan basah kuyup dari atas ampe bawah. Gak peduli banget sih yang penting happy. Finishing touch dari perjalanan kali ini kami tutup dengan semangkuk bakso dan mie ayam bakso. Lumayan ngangetin badan sebelum go hoommmee!!!!
Alhamdulillah, Puji Syukur perjalanan kali ini tujuannya dapet banget. So happy, fun, ngakak terus dari awal sampe akhir, nambah ilmu survival, paham karakter masing-masing, jadi siap dan yakin buat ngejalanin rencana kedepan, nambah temen, nambah jaringan, nambah syukur dan bikin komitmen tentang “sesuatu“ ;)
Sampai jumpa dipetualangan kami selanjutnya! Salam Lestari!

Dokumentasi:

Hutan Jayagiri


Jebakan Batman

Survival Food 

Kawah Ratu Gunung Tangkuban Perahu


@ungodamn

Senin, 02 Desember 2013

KONDOM, Solusi Tanpa Hasil


Readers, did you know what PKN is?
Diantara pembaca mungkin sudah ada yang tahu apa itu PKN, bagi yang belum sedikit saya jelaskan. PKN atau Pekan Kondom Nasional merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh Kemenkes dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang “katanya” bertujuan untuk mengurangi jumlah penderita HIV AIDS. Dalam rangka memperingati hari HIV pada tanggal 1 Desember kemarin, Kemenkes beserta KPAN meluncurkan program pembagian kondom gratis hingga tanggal 7 Desember nanti. Program yang bertema “Protect Yourself, Protect Your Partner” itu menggunakan anggaran biaya sebesar Rp. 25 Milyar. Lalu apakah program tersebut adalah cara yang tepat untuk menanggulangi masalah HIV AIDS di Indonesia? Apa tujuannya sudah sesuai? Siapa sasarannya? Mari kita bahas.
Pada tahun 1989 World Health Organization (WHO) telah mengirim kondom sebanyak 4 Triliun ke Afrika, yang notabene adalah benua dengan tingkat HIV AIDS tertinggi didunia. Badan Kesehatan Dunia tersebut berpikir bahwa program pemberian kondom itu adalah solusi yang tepat dalam menganggulangi masalah HIV AIDS. Namun kenyataannya, saat ini setiap 10 detik ada yang meninggal di Afrika akibat virus mematikan tersebut, baik wanita, laki-laki ataupun anak-anak. Penelitian lebih lanjut mengatakan bahwa pada tahun 2020 penderita AIDS diprediksi akan mencapai angka 65 Juta orang, tiga kali lipat lebih besar dari jumlah penderita selama 20 tahun terakhir. Jumlah penderita AIDS saat ini mencapai angka 40,3 Juta orang.
Fakta lain yang lebih mengejutkan terjadi pada tahun 1994-1998, WHO menaikan jumlah pengiriman kondom gratis ke Afrika Selatan dari 6 Juta menjadi 198 Juta. Namun hasilnya nihil. Menurut pemerintah Afrika Selatan pada tahun 2005, tercatat telah terjadi 870 kasus kematian akibat HIV dalam satu hari pada tahun 1997 dan 1.370 kematian dalam satu hari pada tahun 2002 dengan rata-rata usia 15-49 tahun. Tak cukup sampai disitu, di daerah Botswana pada tahun 1993-2001 kondom terjual sebanyak 3 Juta buah. Namun lagi-lagi jumlah penderita HIV justru semakin meningkat, dari 27% menjadi 45%. Pada tahun yang sama Kamerun juga dilanda krisis yang serupa. Penjualan kondom dinegara tersebut melonjak hingga 15 Juta dengan hasil peningkatan jumlah penderita AIDS hingga 9%. Zimbabwe yang merupakan negara pengguna kondom terbesar didunia diprediksi pada tahun 2020 30% dari jumlah penderita AIDS adalah orang-orang Zimbabwe. Amerika sendiri mengalami hal yang sama. Pemberian kondom gratis yang diluncurkannya tak juga mampu meredam jumlah penderita AIDS dinegaranya. Lalu kini Indonesia meluncurkan program yang sama. Jawabannya jelas tak akan bisa membantu penanggulangan HIV AIDS. Seharusnya pemerintah kita bisa bercermin dari contoh kasus negara-negara yang sudah meluncurkan program pembagian kondom jauh sebelum Indonesia melakukannya.
Anggaran dana sebesar 25 Milyar dirasa sangat sia-sia karena program tersebut jelas akan gagal. Kemenkes dan KPAN akan membagikan kondom-kondom tersebut kepada mereka yang beresiko tinggi tertular AIDS seperti para pekerja seks komersial, homo, generasi muda, waria dan tentu saja kepada mereka para pelanggan setia pekerja seks komersial. Coba Anda pahami baik-baik tujuannya, program tersebut hanya kedok untuk menghalalkan free sex di Indonesia. Subhanallah. Dimana moral bangsa ini? Apa yang para pejabat itu pikirkan? Indonesia adalah negara Islam terbesar didunia. Ini jelas sebuah usaha kaum tertentu untuk memanfaatkan dan memperoleh keuntungan dari program Pekan Kondom Nasional. Indonesia secara tidak langsung menjalankan sistem liberal yang mengahalkan segala cara. Sistem demokrasi yang tetap dipertahankan hanya sebuah titel politik semata. Ratusan juta rakyat Indonesia yang mayoritas agama Islam harusnya paham dan dapat melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sudah bukan saatnya rakyat terus-menerus dijadikan wayang yang tak berdaya.
HIV AIDS terjadi karena free sex dan sekarang pemerintah menyuruh untuk melakukan hubungan seks bebas alias zinah. That’s so stupid! Kondom tak akan pernah mampu menanggulangi masalah AIDS, dimana pun, termasuk Indonesia. Lalu pakah ada jalan keluar? Tentu saja ada, yaitu jangan pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Free sex jelas haram hukumnya. Islam telah mengajarkan dengan tegas kepada kita akan hal itu, lalu kini manusia membuat peraturan mereka sendiri. Maka jangan pernah mengutuk takdir dan menyalahkan Tuhan jika dinegeri ini banyak terjadi masalah dan bencana. Dia tidak akan menghujat suatu kaum jika kaum-Nya tidak berbuat dosa. Selogan “Pakailah kondom sebelum melakukan hubungan seks“ sama saja dengan menyuruh free sex kepada masyarakat Indonesia.
Depopulation. Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Atau memang ada kaitannya dengan program depopulation dalam rangka membentuk tatanan dunia baru? Well, buat kalian yang paham akan hal ini tentu sudah mengetahui program depopulation yang dilakukan melalui lembaga kesehatan baik nasional maupun internasional. Kasus penyebaran virus flu burung dan flu babi yang beberapa tahun lalu merebak adalah salah satu contohnya. Di Indonesia sendiri, depopulation berlindung pada program Keluarga Berencana atau KB. Sebuah kamuflase yang cerdik. Dan sekarang Pekan Kondom Nasional. Bukan tidak mungkin bahwa sekarang mereka, para Zionis sedang tertawa melihat bangsa ini. Indonesia sudah jelas merupakan sasaran bagi mereka, karena mereka takut. Sebenarnya Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekuatan, hingga mereka menggunakan cara lain untuk merusaknya, yaitu melalui food, fashion and fun. Dan free sex termasuk dalam kategori fun. Yes, fun bagi mereka yang ingin menghancurkan Islam.
Sebagai generasi muda penerus bangsa dan agama saya jelas menolak program PKN ini. Say NO to free sex!  Just do not do it then you’ll be fine! That’s so simple.
Tolak Pekan Kondom Nasional!!!


@ungodamn

Kamis, 28 November 2013

Ekspedisi Papandayan 2665 Mdpl


Bertemu lagi dengan kami geng Power Ranger! Kali ini kami akan mendaki salah satu gunung favorit para pendaki di Jawa Barat, yaitu gunung Papandayan yang terletak dikota Garut. Seperti biasa kami berangkat dari Bandung pada malam hari agar bisa mendaki selepas shalat subuh. Dalam pendakian kali ini tim Power Ranger yang ikut masih 3 orang, saya, Dara dan Didin, -anggota satu lagi masih absen- ditambah 2 teman kami Itut dan Sipong. Kedua teman kami ini baru pertama kali mendaki, jadi sengaja kami memilih Papandayan karena kontur dan keadaan geografis gunung Papandayan cocok untuk pendaki pemula.




Setelah sampai di Cisurupan, Garut kami langsung menuju masjid untuk menunaikan shalat subuh dan berganti pakaian. Saat itu sempat ada 3 pendaki lain yang berasal dari Bekasi yang juga akan mendaki, mereka mengajak kami untuk menyewa mobil bak terbuka. Namun akhirnya mereka naik ojeg karena terlanjur janji kepada mamang ojegnya. FYI, harga ojeg dari gerbang sampai ke Camp David Rp. 25.000-30.000 sedangkan mobil bak terbuka Rp.  200.000, namun kami mendapat harga Rp. 150.000, gimana pinter-pinternya nawar aja sih. Biasanya kalau nawarnya pake bahasa sunda dan yang nawarnya cewe suka dikasih murah. The power of women! LOL.
Dengan menggunakan mobil bak terbuka berangkatlah kami menuju Camp David, pos awal pendakian gunung Papandayan. Setelah lapor dan membayar uang masuk Rp. 2.000/orang kami pun sarapan terlebih dahulu. FYI lagi, jalan dari gerbang menuju ke Camp David ini jauh dan jelek, jadi mending pake ojeg atau mobil keatasnya, kalau jalan kaki lumayan nguras tenaga. Tepat pukul 06.30, dengan diawali doa pendakian pun kami mulai. Track pertama yang menyambut kami adalah tanjakan bebatuan yang langsung nyambung dengan kawah. Sepagi ini pun asap dari kawah Papandayan sudah banyak dan jangan tanya baunya, bau banget pokoknya, jadi masker wajib banget dibawa. Tetapi walaupun bau tetap saja kawah ini sangat indah dan tidak bisa dilewatkan untuk berfoto ria.





Setelah berjalan membelah kawah hingga keatas, track selanjutnya adalah bonus, landai pokoknya. Pemandangan disebelah kanan berupa hamparan pegunungan dan lembah yang menghijau sepanjang mata memandang ditambah kabut pagi yang masih setia menamani perjalanan kami. Karena jalur yang dulu biasa dipakai sudah terbelah dan tidak bisa dilewati lagi, jadi jalur yang sekarang dipakai adalah jalur jalan setapak kesebelah kanan. Jalur ini lumayan menguras tenaga, setelah melewati jembatan kecil tanjakan yang lumayan panjang menanti sebelum akhirnya belok ke kanan dan memasuki jalan besar lagi. Tak jauh dari situ sudah dapat ditemui lapangan kecil dengan sebuah gubuk dan papan petunjuk menuju Pondok Saladah atau Pondok Selada. Dari lapangan menuju Pondok Selada jika mendaki dipagi hari akan banyak ditemui binatang kecil yang mengganggu, sehingga kami memberinya nama „Tanjakan Rorongo“. Diujung jalan akan ada persimpangan, jika mengambil arah kanan itu ke Hutan Mati sedangkan kiri ke Pondok Selada. Pukul 08.30 kami sampai di Pondok Selada. Disana sudah ada beberapa pendaki yang mendirikan tenda. Kami pun langsung mencari spot yang enak untuk mendirikan tenda.
Sesudah membuat tenda, beres-beres dan berfoto ria di Pondok Selada kami pun melanjutkan perjalanan menuju puncak. Melalui jalur sumber air,  pos pertama yang kami temui menuju puncak adalah sebuah kawasan hutan yang vegetasi tumbuhannya mengering, yaitu Hutan Mati. Hutan Mati ini terjadi akibat letusan gunung Papandayan, sehingga seluruh pohon dikawasan ini mati. Tuhan memang pelukis yang paling sempurna, dibalik bencana yang terjadi Hutan Mati kini menjadi sebuah keindahan tersendiri. Hutan ini begitu cantik dan eksotis. Jajaran pepohonan yang mengering dan hitam justru semakin membuat decak kagum akan keagungan Sang Pencipta. Kami pun tak lupa mengabadikan moment berharga ini. Lalu kami pun berjalan lagi dan tanjakan mamang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya menyambut kami. Tanjakan mamang ini terkenal karena tingkat kecuramannya, tapi menurut saya tanjakan setan gunung Gede lebih ekstrim daripada tanjakan mamang digunung Papandayan ini. Tapi tanjakan mamang ini cukup membuat  nafas kami terengah-engah. Setelah sampai diatas, bertemulah kami dengan padang bunga abadi -Edelweis-.
Hamparan sang bunga abadi yang menghijau ditambah kabut yang turun dan jajaran lembah didepan dan kanan kami langsung menjadi sihir bagi kami untuk segera mencumbunya. Inilah yang sering disebut sebagai surga edelweis di Jawa Barat, selain lembah Mandalawangi dan Surya Kencana. Selesai berfoto kami pun sempat bingung antara melanjutkan perjalanan kepuncak atau pulang lagi, karena disini tidak ada petunjuk arah menuju puncak Papandayan. Namun karena niat awal kami menuju puncak maka kami pun menyebar untuk mencari sedikit petunjuk, berharap menemukan stringline kecil yang tersembunyi itu. Setelah muter sana muter sini Alhamdulillah stringline pun kami temukan.
Arah menuju puncak Papandayan dari Tegal Alun adalah sebelah kiri jika kita melihat dari arah pertama kali memasuki Tegal Alun. Stringline yang dipasang disini memang tersembunyi dan harus jeli mencarinya. Jalur tersebut ternyata sebuah turunan kesebuah jurang sebelum kita kembali melewati tanjakan yang licin dengan vegetasi tumbuhan yang rapat. Petunjuk disini pun jarang, hanya mengikuti jalan setapak, karena itu kami membuat petunjuk bagi pendaki yang lain yang ingin kepuncak Papandayan, juga petunujuk bagi kami ketika pulang nanti.
Cukup lama kami berjalan namun puncak tak juga kami temukan, bahkan petunjuk yang menunjukan puncak pun tak juga kami temui. Langkah kaki pun kami teruskan, namun hasilnya tetap sama. Hanya jalan setapak yang kami ikuti. Kami sudah berada diatas namun tak ada petunjuk bahwa itu puncak Papandayan atau bukan. Sebelum kami berangkat, kami sempat melihat-lihat blog dan foto-foto puncak Papandayan sebagai petunjuk bagi kami, karena diantara kami belum pernah ada yang muncak ke Papandayan. Dan sebagian besar foto-foto yang menunjukkan puncak Papandayan adalah sebuah lahan kecil yang berada diatas, darisini dapat dilihat semua hamparan pegunungan dan juga kawah. Kami telah berada disini, namun kami masih penasaran apakah ini memang puncak Papandayan atau bukan. Akhirnya karena kami semua adalah tipe orang yang penasaran, kami pun lanjut jalan berharap menemukan puncak Papandayan yang sesungguhnya jika yang ini memang salah.
Tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul 14.00. Kami terus berjalan melewati pepohonan tinggi dan lebat. Aneh juga, biasanya jika kita sudah mendekati sebuah puncak gunung vegetasi akan terbuka tapi ini malah tertutup. Melihat logistik, kondisi badan dan kabut tebal yang sudah beranjak keatas, kami pun memutuskan untuk kembali ke Pondok Selada. Disebelah kiri kami sudah tidak bisa melihat apa-apa karena kabut, sedangkan sebelah kanan kabut perlahan naik keatas. Sempat panik juga karena kami lupa tidak membawa senter dan headlamp, semuanya kami tinggal ditenda. Bismillah kami pun balik kanan dan kembali menuju camp ground. Gerimis mulai turun dan awan hitam berada diatas kami. Langkah pun kami percepat, Alahmdulillah gerimis muali berhenti. Langkah demi langkah kami pacu hingga kami berada kembali di Tegal Alun. Sesampainya disini kami baru merasa lega. Fiiuuhhh... Tanpa istirahat lagi kami melanjutkan perjalanan pulang menuju Pondok Selada melalui jalur yang sama ketika kami naik tadi, yaitu melewati tanjakan mamang dan hutan mati.
Sesampainya di Pondok Selada hujan pun turun, kami semua masuk kedalam tenda dan membuat kopi. Ah, lega rasanya berada kembali didalam tenda ditengah cuaca buruk ditemani para sahabat dan secangkir kopi panas. Memasuki magrib, hujan mulai reda, kami pun membuat makan malam dan api unggun sembari bernyanyi ria. Satu persatu para pendaki lain mulai berdatangan dan mendirikan tenda di Pondok Selada, mereka pun membuat api unggun yang menjadikan Pondok Selada terang. Sembari mendengarkan lagu, kami segelintir anak manusia yang berada ditengah hutan dibawah hamparan langit berbintang mencoba menyelami rahasia yang Tuhan lukiskan. Malam itu begitu indah, alam dan kami menyatu, membuktikan kebesaran-Nya melalui nada yang tak biasa dilagukan. Alhamdulillah, puji syukur kami diberikan nikmat yang luar biasa ini.
Setelah api unggun padam kami pun bersiap untuk tidur. Sleeping bag, syal, slayer dan kupluk menjadi senjata kami melawan dingin malam itu, walaupun sebenarnya udara di Papandayan tidak se-ekstrem digununug Cikuray namun tetap saja untuk menjaga suhu badan agar tetap hangat semua itu kami pakai. Hehee...
Pukul 04.00 subuh Dara adalah makhluk pertama yang bangun. Dia sudah berada diluar tenda, disusul Itut yang dengan berisiknya mencari sepatu. Huh. Akhirnya saya juga bangun karena adanya panggilan alam yang sudah tidak bisa ditunda. Berbekal golok kecil dan tissue basah saya pun mencari spot yang tepat untuk melakukan ritual panggilan alam. And that was the most enjoyable “pup” I ever did. LOL. Bayangin aja, pup ditengah ilalang, dibawah jutaan bintang menghadap lembayung fajar matahari terbit itu rasanyaaa… hahaha.
Setelah selesai dengan ritual, saya pun menikmati suasan subuh di Pondok Selada bersama Dara dan Itut, sedangkan Didin dan Sipong masih asik terbalut sleeping bag. Ngorok teruuusss!! Haha. Kami bertiga pun memutuskan untuk jalan-jalan sambil mencari spot yang tepat untuk melihat sunrise. Akhirnya kami pun diam melihat sang surya menunjukkan wajahnya dipersimpangan antara Pondok Selada dan Hutan Mati. Langit pun perlahan berubah menjadi orange dan biru pertanda sang surya akan segera muncul. Menikmati sunrise dari Papandayan memang tidak seindah digunung lain karena disini tertutup oleh gunung Cikuray yang berada tepat didepannya. Tapi gak apa-apa, it’s nice enough to enjoyed it.
Tak lama kemudian datanglah Didin menghampiri kami. Ingin gabung juga ternyata cowo paling ganteng diantara kami ini. Hhaha. Setelah cukup terang kami pun mencari kayu bakar untuk membuat api dan sarapan.
Para pendaki yang lain pun sudah mulai bangun. Pagi yang sangat cerah dan menyegarkan. Setelah terkumpul cukup banyak kami mulai membuat api dan memasak. Harumnya aroma kopi menyentuh hidung kami yang membuat perut semakin keroncongan. Akhirnya saya pun membuat nasi goreng dan habis seketika. Kelaperan semua haha. And finally our chef made food for us. Yeeeee!!! Sarapan yang sebenarnya pun siap kami santap. Selesai sarapan kami pun ganti baju dan membereskan barang-barang. Sekitar pukul 09.00 dengan diawali doa kembali kami pun melangkahkan kaki untuk pulang.
Ditengah jalan, saya dan Dara berjalan duluan karena tiga makhluk dibelakang kami berfoto ria ditengah jalan. Walhasil sepajang perjalanan para pendaki lain menyangka kami muncak berdua. Ketika melihat matahari terbit kami sempat melihat ada sebuah air terjun dengan airnya yang berwarna hijau, dan naluri ngaprak kami pun keluar. Kami berdua memutuskan untuk pergi ke air terjun tersebut. Melalui jalur pendakian yang sudah tidak dipakai kami harus memanjat batu-batu besar untuk sampai diair terjun tersebut. Saya menyebutnya The Hidden Paradise of Mt. Papandayan. Keren banget deh air terjunnya. Walaupun kecil tapi sangat cantik. Gak sia-sia jatoh dari tebing kalo bisa nikmatin pemandangan kaya gini.




Setelah puas berada disini kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Begitu sampai di Camp David 3 makhluk narsis –Didin, Itut dan Sipong- telah menanti. Selesai shalat dzuhur kami pun memutuskan berjalan dari Camp David ke gerbang Cisurupan, namun setengah jam kami berjalan ada sebuah mobil bak terbuka yang turun sehingga kami menaikinya dengan harga Rp. 5.000 saja. Sekali lagi, this is the power of women, LOL. Thanks Tut J
Alhamdulillah kami pun sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun digerbang Cisurupan dan langsung menyambar kedai mie ayam bakso dan siap kembali ke Bandung.
Sama seperti sebelumnya, petualangan kali ini pun banyak menginggalkan kenangan manis yang tak akan terlupa dan akan menjadi sebuah dongeng untuk anak cucu kami kelak. Terimakasih Dara, Didin, Itut dan Sipong yang telah menjadi teman muncak yang asik. Tetap langkahkan kaki kalian hingga kalian tegak berdiri dipuncak keberhasilan.
Salam Lestari dan sampai jumpa dipetualangan selanjutnya.
Power Ranger, BISA!

@ungodamn