Powered By Blogger

Minggu, 17 Juli 2016

Untuk kamu yang selalu aku ceritakan pada Tuhan....

Aku harap kamu baik-baik saja seperti biasanya. Semoga kamu selalu ceria dengan tawa itu. Tawa yang dihiasi dengan segaris kumis tipis.

Aku menulis ini karena aku tahu aku tidak bisa berbicara, bahkan menyapamu seperti hari-hari sebelumnya.
Aku bahkan tidak berharap kamu akan membaca ini, karena tulisanku hanya media lain tentang penyampaian dirimu kepada-Nya. Aku hanya ingin melampiaskan perasaanku pada kalimat-kalimat yang entah apa isinya.

Kekasih.... Aku teringat kisah Adam. Tuhan menghukum Adam dan Hawa karena satu kesalahan yang mereka lakukan. Mereka diturunkan ke bumi. Namun pernahkah kamu berpikir dari sudut pandang yang sedikit berbeda?
Jika Tuhan menghukum Adam dan Hawa, menjatuhkannya dari surga ke bumi yang penuh penderitaan menurutku sudah sangat menyakitkan. Tetapi Tuhan memiliki cerita lain. Tak hanya dijatuhkan dari taman surga yang penuh kenikmatan, Adam ternyata juga harus dipisahkan dengan istrinya, Hawa di bumi yang tak ada siapapun.

Tuhan adalah dalang, sedangkan manusia hanyalah wayang. Dalang tahu bagaimana wayang-wayangnya harus berperan. Pun dengan Adam dan Hawa. Sekitar 500 tahun berpisah, saling mencari, mereka akhirnya dipertemukan kembali pada sebuah tanah yang kini banyak didatangi oleh mereka yang saling mencintai, Jabal Rahmah nun jauh di negeri Arab.

Aku percaya Tuhan memisahkan mereka selama ratusan tahun karena Ia ingin menunjukkan hal fundamental yang selalu menjadi keresahan untuk kita... Cinta. Jodoh. Pasangan. Soulmate. Terserah kamu mau menyebutnya apa.

Kisah itu menyadarkanku bahwa kasih sayang akan selalu diuji kepada semua makhluk yang bernama manusia. Cepat atau lambat. Awal atau akhir. Entah pertengkaran, kekecewaan, sakit hati, benci.
Namun tahukah kamu kekasih, apa ujian yang paling berat?
Perpisahan.

Ketika kita tak bisa lagi bertegur sapa, walau hanya lewat BBM. Ketika kita tak mungkin lagi bertemu, walau hanya lewat video call. Atau ketika kita tidak lagi asyik bercerita tentang bagaimana kita melalui hari-hari yang dulu sering kita ceritakan dan bertukar pikiran hingga melanturkan impian-impian konyol kita sebelum beranjak tidur.
Bahkan dulu ketika kita sudah kehabisan bahan pembicaraan, kita akan tetap memilih untuk mengobrol, membahas hal-hal yang sebetulnya akan terasa membosankan jika dilakukan dengan orang lain. Ketika semua rutinitas itu hilang dalam satu detik untuk waktu yang lama, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku juga tak bisa meminta tolong kepada siapapun.

Seperti Hawa, aku hanya bisa mendo'akanmu dari jauh. Menitip salam pada-Nya, walaupun aku sendiri tidak tahu pasti bagaimana cara-Nya menyampaikan salamku untukmu. Aku bahkan tidak tahu apakah salamku tersampaikan atau tidak. Tapi tak apa-apa. Aku sama sekali tidak peduli. Aku akan tetap melakukannya, karena bercerita tentangmu kepada-Nya sungguh menyenangkan. Kamu tahu, aku bahkan bisa bercerita sepuas hatiku betapa lucunya wajahmu ketika kamu ketakutan bertemu kecoa atau laba-laba. Aku bisa menceritakan semua kejelekkan dan kekonyolanmu tanpa takut kamu akan cemberut karena aku meledekmu.
Tuhan akan selalu mendengarku dan aku bisa tertawa dengan-Nya.
Aku hanya bisa menceritakan tentangmu kepada Tuhan, kekasih.

Kamu tidak perlu mempertanyakan bagaimana perasaanku.
Seperti Rahwana. Aku tidak akan terkalahkan oleh ribuan Sri Rama. Aku tetap setia.
Entah kita akan berakhir seperti Adam dan Hawa yang dipersatukan kembali atau seperti Rahwana dan Shinta yang harus dipisahkan, hanya Tuhan yang akan menunjukkannya pada kita.
Aku hanya bisa menceritakan tentangmu kepada-Nya.

Juli, 2016.
@ungodamn